Selasa, 15 Desember 2015

Teori relativitas Einstein

Teori relativitas Einstein memperkirakan adanya efek-efek ganjil ketika suatu benda mendekati kecepatan cahaya. Teori relativitas Einstein ini mempertimbangkan konsep kerangka acuan inersia. Teori hipotesis eter telah membuktikan secara tidak langsung bahwa eter itu tidak ada. Albert Einstein pada tahun 1905 mengusulkan teori relativitas khusus.

Teori Relativitas Einstein

Teori ini bertolak pada kerangka acuan inersial yaitu kerangka acuan yang bergerak relatif dengan kecepatan konstan terhadap kerangka acuan yang lain. Sepuluh tahun kemudian pada tahun 1915, Einstein mengemukakan teori relativitas umum yang bertolak dari kerangka acuan yang bergerak dipercepat terhadap kerangka acuan yang lainnya.

Postulat Teori Relativitas Einstain

Dalam mengemukakan teori relativitas khusus ini Einstein mengemukakan dua postulat, kedua postulat tersebut kemudian menjadi dasar teori relativitas khusus. Kedua postulat itu adalah :
  1. Postulat pertama, hukum fisika dapat dinyatakan dalam persamaan yang berbentuk sama dalam semua kerangka acuan inersia.
  2. Postulat kedua, kecepatan cahaya dalam ruang hampa sama besar untuk semua pengamat, tidak tergantung dari keadaan gerak pengamat itu. Kecepatan cahaya di ruang hampa sebesar c = 3.108 m/s.
Dengan dasar dua postulat tersebut dan dibantu secara matematis dengan transformasi Lorentz, Einstain dapat menjelaskan relativitas khusus dengan baik. Hal terpenting yang perlu dijelaskan dalam transformasi Lorentz adalah semua besaran yang terukur oleh pengamat diam dan bergerak tidaklah sama kecuali kecepatan cahaya. Besaran -besaran yang berbeda itu dapat dijelaskan seperti dibawah.
Pada postulat yang pertama tersebut menyatakan ketiadaan kerangka acuan universal. Apabila hukum fisika berbeda untuk pengamat yang berbeda dalam keadaan gerak relatif, maka kita dapat menentukan mana yang dalam keadaan “diam” dan mana yang “bergerak” dari perbedaan tersebut. Akan tetapi karena tidak ada kerangka acuan universal, perbedaan itu tidak terdapat, sehingga muncullah postulat ini. Postulat pertama menekankan bahwa prinsip Relativitas Newton berlaku untuk semua rumus Fisika, tidak hanya dalam bidang mekanika, tetapi pada hukum-hukum Fisika lainnya. Sedangkan postulat yang kedua sebagai konsekuensi dari postulat yang pertama, sehingga kelihatannya postulat kedua ini bertentangan dengan teori Relativitas Newton dan transformasi Galileo tidak berlaku untuk cahaya. Dalam postulat ini Einstein menyatakan bahwa selang waktu pengamatan antara pengamat yang diam dengan pengamat yang bergerak relatif terhadap kejadian yang diamati tidak sama (t ≠ t’). Menurut Einstein besaran kecepatan, waktu, massa, panjang adalah bersifat relatif. Untuk dapat memasukkan konsep relativitas Einstein diperlukan transformasi lain, yaitu transformasi Lorentz.

Akibat Postulat Einstain

Pada postulat Einstain telah dijalaskan bahwa besaran yang tetap dan sama untuk semua pengamat hanyalah kecepatan cahaya berarti besaran lain tidaklah sama. Besaran – besaran itu diantaranya adalah kecepatan relatih benda, panjang benda waktu, massa dan energi.

a. Kecepatan relatif

Teori Relativitas Einstein,contoh Teori Relativitas Einstein,penerapan Teori Relativitas Einstein,aplikasi Teori Relativitas Einstein
Jika ada sebuah pesawat (acuan O’) yang bergerak dengan kecepatan v terhadap bumi (acuan O) dan pesawat melepaskan bom (benda) dengan kecepatan tertentu maka kecepatan bom tidaklah sama menurut orang di bumi dengan orang di pesawat. Kecepatan relatif itu memenuhi persamaan berikut.
V_{x}=\frac{V_{x}'+V}{1+\frac{v-V_{x}'}{c^{2}}}
dengan :
vx = kecepatan benda relatif terhadap pengamat diam (m/s)
vx = kecepatan benda relatif terhadap pengamat bergerak (m/s)
v = kecepatan pengamat bergerak (O’) relatif terhadap pengamat diam (O)
c = kecepatan cahaya

 b. Kontransi Panjang

Kontransi panjang adalah penyusutan panjang suatu benda menurut pengamat yang bergerak. Penyusutan ini memenuhi persamaan berikut.
L=L_{0}\sqrt{1-\frac{V^{2}}{c^{2}}}
dengan :
L = panjang benda menurut pengamat yang bergerak relatif terhadap benda
L0 = panjang benda menurut pengamat yang diam relatif terhadap benda

 c. Dilatasi Waktu

Dilatasi waktu adalah peristiwa pengembungan waktu menurut pengamat yang bergerak. Hubungannya memenuhi persamaan berikut.
\Delta t=\frac{\Delta t_{0}}{\sqrt{1-\frac{v^{2}}{c^{2}}}}
dengan :
Δt = selang waktu menurut pengamat yang bergerak terhadap kejadian
Δt0 = selang waktu menurut pengamat yang diam terhadap kejadian

d. Massa dan energi relatif

Perubahan besaran oleh pengamat diam dan bergerak juga terjadi pada massa benda dan energinya.
m=\frac{m_{0}}{\sqrt{1-\frac{v^{2}}{c^{2}}}}
Dan energi benda diam dan bergerak memiliki hubungan sebagai berikut.
(a) Energi total : E = mc2
(b) Energi diam : E0 = m0 c2
(c) Energi kinetik : Ek = E – E0
Poin-poin diatas merupakan formulasi energi dari teori relativitas einstein.

Teori relativitas Newton

Teori relativitas Newton menjelaskan gerak-gerak benda jauh di bawah kecepatan cahaya. Teori relativitas mempelajari bagaimana pengukuran besaran fisika yang bergantung pada pengamat seperti halnya dengan peristiwa yang diamati. Relativitas merupakan salah satu dari beberapa teori mengenai gerak, yang dirancang untuk menjelaskan penyimpangan dari mekanika Newton yang timbul akibat gerak relatif yang sangat cepat. Teori ini telah mengubah pandangan kita mengenai ruang, waktu, massa, energi, gerak, dan gravitasi. Teori relativitas Newton terdiri atas teori khusus dan teori umum, yang keduanya bertumpu pada dasar matematika yang kuat dan keduanya telah diuji dengan percobaan-percobaan dan pengamatan.

Teori Relativitas Newton

Teori relativitas muncul dari kebutuhan terhadap kerangka acuan, yaitu suatu patokan yang dapat digunakan ilmuwan untuk menganalisis hukum gerak. Pada waktu kelas X, kita telah mempelajari Hukum Newton tentang gerak, di mana Hukum I Newton tidak membedakan antara partikel yang diam dan partikel yang bergerak dengan kecepatan konstan. Jika tidak ada gaya luar yang bekerja, partikel tersebut akan tetap berada dalam keadaan awalnya, diam atau bergerak dengan kecepatan awalnya.
Benda akan dikatakan bergerak apabila kedudukan benda tersebut berubah terhadap kerangka acuannya. Kerangka acuan di mana Hukum Newton berlaku disebut kerangka acuan inersia. Jika kita memiliki dua kerangka acuan inersia yang bergerak dengan kecepatan konstan relatif terhadap yang lainnya, maka tidak dapat ditentukan bagian mana yang diam dan bagian mana yang bergerak atau keduanya bergerak. Hal ini merupakan konsep Relativitas Newton, yang menyatakan “gerak mutlak tidak dapat dideteksi”.
Konsep ini dikenal oleh para ilmuwan pada abad ke-17. Tetapi, pada akhir abad ke-19 pemikiran ini berubah. Sejak saat itu konsep relativitas Newton tidak berlaku lagi dan gerak mutlak dideteksi dengan prinsip pengukuran kecepatan cahaya.  Dengan demikian gerak benda itu tidak mutlak melainkan bersifat relatif.

Transformasi Galileo

Untuk menyatakan kedudukan sebuah titik atau benda kita memerlukan satu sistem koordinat atau kerangka acuan. Misalnya untuk menyatakan sebuah benda bergerak, seorang pengamat memerlukan suatu kerangka acuan dengan sistem koordinat misalnya (x, y, z). Jadi kerangka acuan adalah suatu sistem koordinat (x, y, z) di mana seorang pengamat melakukan pengamatan suatu kejadian. Dalam hal ini kita gunakan kerangka acuan inersial di mana hukum Newton berlaku. Kerangka acuan inersial yaitu suatu kerangka acuan yang berada dalam keadaan diam atau bergerak dengan kecepatan konstan terhadap kerangka acuan lain pada garis lurus. Untuk menyatakan hubungan antara pengamatan suatu kejadian peristiwa yang terjadi dalam suatu kerangka inersial, jika diamati oleh pengamat yang berada dalam kerangka acuan lain yang bergerak dengan kecepatan relatif konstan, digunakan transformasi Galileo.
Transformasi Galileo,teori relatifitas newton
Gambar diatas menggambarkan kerangka acuan S dengan sistem koordinat (x , y, z) dan S’ dengan sistem koordinat (x’, y’, z’), di mana kerangka acuan S’ bergerak di dalam kerangka acuan S ke arah sumbu x positif dengan kecepatan relatif konstan sebesar v terhadap kerangka acuan S.
Mula-mula kedua kerangka acuan berimpit (t = 0), setelah bergerak selama t sekon maka kerangka acuan S’ telah menempuh jarak d = v t. Sebagai ilustrasi seorang anak pergi naik kereta. Apabila bersamaan kereta itu bergerak anak tersebut juga berjalan di dalam gerbong kereta api, searah dengan gerak kereta dengan kecepatan vx’ relatif terhadap kereta api, maka kedudukan anak tersebut dapat dinyatakan dalam koordinat (x, y, z) terhadap kerangka S dan (x’, y, z’) terhadap kerangka S’. Sehingga kedudukan benda antara kerangka acuan S’ terhadap S dapat dinyatakan :
x’ = x – v.t,           y’= y,           z’= z,           t’= t
Persamaan ini dikenal dengan transformasi Gallileo.
Kebalikan tranformasi Galileo dinyatakan :
x = x’ + v.t’,           y = y’,           z = z’,           t = t’
Kecepatan anak dalam kereta tersebut berjalan menurut pengamat yang berada di S dan S’ dapat ditentukan menurut transformasi Gallileo sebagai berikut :
Pengamat di S’ anak dalam kereta tersebut berjalan dengan kecepatan v’x sebesar :
v'_{x}=\frac{dx'}{dt'}=\frac{d(x-v.t)}{dt}=\frac{dx}{dt'}-v\frac{dt'}{dt'}=v_{x}-v
Pengamat di S anak dalam kereta tersebut berjalan dengan kecepatan vx sebesar :
v_{x}=\frac{dx}{dt}=\frac{d(x'-v.t)}{dt}=\frac{dx'}{dt}+v\frac{dt}{dt}=v'_{x}+v
Kedua persamaan diatas merupakan penjumlahan kecepatan transformasi Galileo yang kemudian dikenal dengan penjumlahan kecepatan menurut teori Relativitas Newton, di mana relativitas Newton menyatakan bahwa semua hukum Fisika Mekanika Newton berlaku untuk semua kerangka acuan inersial, sedangkan kecepatan benda tergantung pada kerangka acuan (bersifat relatif).

Percobaan Michelson dan Morley

Pada mulanya sesuai dengan teori gelombang dari Huygens bahwa gelombang memerlukan medium rambatannya untuk mencapai suatu tempat dan setelah Maxwell menyatakan bahwa cahaya tidak lain adalah gelombang elektromagnetik, maka para pakar fisika abad ke-19 segera melakukan berbagai usaha untuk mempelajari sifat zat perantara sebagai rambatan gelombang elektromagnetik. Para pakar mengajukan hipotesis medium yang dinamakan eter yang terdapat meskipun di ruang hampa .
Pada tahun 1887, Michelsone dan Morley dua orang ilmuwan Fisika berkebangsaan Amerika mengukur kelajuan eter dengan menggunakan interferometer. Hakekat percobaan ini membandingkan kelajuan cahaya sejajar dan tegak lurus pada gerak bumi mengelilingi matahari. Kitaikan eter itu diam di alam semesta ini diharapkan ada kelajuan relatif eter terhadap bumi yang bergerak mengelilingi matahari. Percobaan ini berdasarkan prinsip penjumlah vektor, dengan menggunakan penalaran gerak perahu yang menyeberangi sungai sebagai berikut.
Percobaan Michelson dan Morley
Gerak perahu menyeberangi sungai, perahu A bergerak tegak lurus arus sungai dan perahu B sejajar dengan arus sungai
Perahu A bergerak menyeberangi sungai dalam lintasan tegak lurus sungai dan perahu B bergerak dengan lintasan sejajar arus sungai. Dengan membandingkan waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak pulang pergi dalam lintasan tegak lurus arus sungai dan waktu yang diperlukan untuk menempuh lintasan yang sejajar arus sungai dalam jarak yang sama yaitu d seperti pada gambar diatas. Jika kecepatan perahu itu c, dan kecepatan aliran sungai adalah v.
Kecepatan sesungguhnya perahu A menempuh lintasan adalah \sqrt{c^2-v^2}, sehingga waktu yang diperlukan untuk menempuh lintasan A adalah :
t_{A}=\frac{2d}{\sqrt{c^2-v^2}}=\frac{2\frac{d}{c}}{\sqrt{1-\frac{v^2}{c^2}}}
Untuk perahu B, kecepatan perahu sesungguhnya saat mengikuti arus adalah c + v dan saat menentang arus adalah c – v, sehingga waktu yang diperlukan untuk menempuh lintasan adalah :
t_{B}=\frac{d}{c+v}+\frac{d}{c-v}=\frac{d(c+v)+d(c+v)}{c^2-v^2}=\frac{2\frac{d}{c}}{c^2-v^2}
Sehingga diperoleh perbandingan :
\frac{t_{A}}{t_{B}}=\frac{\frac{2\frac{d}{c}}{\sqrt{1-\frac{v^2}{c^2}}}}{\frac{2\frac{d}{c}}{c^2-v^2}}=\sqrt{1-\frac{v^2}{c^2}}
Apabila kecepatan perahu c diketahui dan \frac{t_{A}}{t_{B}} dapat diukur, maka v dapat dihitung.
Michelson dan Morley adalah perintis yang menggunakan contoh sederhana tersebut di atas untuk mencoba mengukur kecepatan aliran eter, bila memang eter itu ada. Perahu A dan perahu B diganti dengan pasangan berkas cahaya yang berasal dari satu sumber, yang satu dipantulkan dan yang lain diteruskan oleh gelas setengah cermin seperti tampak pada gambar dibawah.
Percobaan interferometer Michelson - Merley
Percobaan interferometer Michelson – Merley
Masing-masing berkas cahaya itu dipantulkan oleh cermin C1 dan C2 yang letaknya terhadap gelas setengah cermin. Berkas-berkas cahaya ini menggantikan peran perahu A dan B. Apabila kecepatan cahaya itu sebesar 3 × 108 m/s dan kecepatan eter relatif terhadap bumi sama dengan kecepatan tangensial bumi mengelilingi matahari yaitu sebesar 3 × 104 m/s sehingga diharapkan ada selisih waktu antara tA dan tB. Adanya selisih waktu itu diharapkan antara gelombang cahaya yang berasal dari pantulan cermin C1 dan C2 akan timbul perubahan pola-pola hasil interferensi yang terjadi pada layar pengamatan. Akan tetapi selama percobaan tidak pernah teramati adanya perubahan pola-pola interferensi yang terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan waktu antara tA dan tB. Berdasarkan percobaan ini Michelson dan Morley menyimpulkan bahwa :
  • Hipotesa tentang eter itu tidak benar, eter itu tidak ada.
  • Kecepatan cahaya adalah sama untuk ke segala arah, tidak tergantung pada kerangka acuan inersial.

Spektrum atom hidrogen

Spektrum atom hidrogen dikemukakan oleh J.J Balmer seorang guru matematika di Swiss pada tahun 1884. Balmer menemukan pancaran cahaya tampak dari atom hidrogen. lintasan tertentu. Jika ada elektron dari luar atau tingkat yang lebih tinggi berpindah menuju ke tingkat energi lebih rendah maka elektron itu dapat memancarkan energi yang berupa gelombang elektromagnetik.

Percobaan Spektrum Atom Hidrogen Balmer

Apabila suatu zat dipanaskan secara terus-menerus, maka zat ini akan memancarkan cahaya dengan bentuk spektrum yang kontinu. Pemancaran radiasi cahaya pada zat ini disebabkan oleh getaran atom-atom penyusun zat.
Spektrum Atom HidrogenTabung pelucutan gas
Akan tetapi jika suatu gas yang berada dalam tabung gas bertekanan rendah diberi beda potensial tinggi maka gas akan memancarkan spektrum (diskontinu), yang berarti gas hanya memancarkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu.
Gas hidrogen ditempatkan pada tabung lucutan gas, jika tabung lucutan gas ini diberi tegangan tinggi sehingga terjadi lucutan muatan listrik. Gas hidrogen menjadi bercahaya dan memancarkan cahaya merah kebiru-biruan. Apabila diamati dengan spektrograf (alat untuk menyelidiki spektrum cahaya), pada pelat film terdapat garis cahaya, di mana satu garis cahaya menampilkan sebuah panjang gelombang yang dipancarkan cahaya dari sumber cahaya.

Persamaan Spektrum Atom Hidrogen Balmer

Berdasarkan hasil pengamatan tentang spektrum atom hidrogen, Balmer menemukan empat spektrum garis pada cahaya tampak yaitu pada 410,2 nm, 434,1 nm, 486,2 nm, dan 656,3 nm yang ternyata cocok menggunakan perhitungan dengan rumus sebagai berikut :
\frac{1}{\lambda }=R\left ( \frac{1}{n_{A}^{2}}-\frac{1}{n_{A}^{2}} \right )
di mana untuk nA = 2 dan nB = 3, 4, dan 5
dengan :
λ = panjang gelombang yang dipancarkan
R = Konstanta Rydberg = 1,097 × 107 m-1

Deret Spektrum Atom Hidrogen

Deret-deret spektrum garis yang memenuhi persamaan tersebut disebut deret Balmer yang terletak pada daerah cahaya tampak. Akan tetapi tidak hanya deret Balmer saja yang ditemukan
dalam atom hidrogen, ada deret yang lainnya, yaitu deret Lyman (spektrum pada daerah sinar ultraviolet), Paschen (spektrum pada daerah sinar infra merah I), Brackett (spektrum pada daerah sinar infra merah II) dan Pfund (spektrum yang terletak pada daerah sinar infra merah III). Kelima deret tersebut dapat ditampilkan dengan rumus-rumus sederhana sebagai berikut :
  1. Deret Lyman : untuk nA = 1 dan nB = 2, 3, 4, 5, 6 … ∞
  2. Deret Balmer : untuk nA = 2 dan nB = 3, 4, 5, 6 … ∞
  3. Deret Paschen : untuk nA = 3 dan nB = 4, 5, 6, 7 … ∞
  4. Deret Braket : untuk nA = 4 dan nB = 5, 6, 7, 8, … ∞
  5. Deret Pfund : untuk nA = 5 dan nB = 6, 7, 8 … ∞
Deret Spektrum Atom Hidrogen

Efek Fotolistrik

Efek fotolistrik yaitu terlepasnya elektron dari permukaan logam karena logam tersebut disinari cahaya. Untuk menguji teori kuantum yang dikemukakan oleh Max Planck, kemudian Albert Einstein mengadakan suatu penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki bahwa cahaya merupakan pancaran paket-paket energi yang kemudian disebut foton yang memiliki energi sebesar hf. Percobaan yang dilakukan Einstein lebih dikenal dengan sebutan efek fotolistrik.

Percobaan Efek Fotolistrik

efek fotolistrikSkema alat untuk menyelidiki efek fotolistrik
Gambar diatas menggambarkan skema alat yang digunakan Einstein untuk mengadakan percobaan. Alat tersebut terdiri atas tabung hampa udara yang dilengkapi dengan dua elektroda A dan B dan dihubungkan dengan sumber tegangan arus searah (DC). Pada saat alat tersebut dibawa ke dalam ruang gelap, maka amperemeter tidak menunjukkan adanya arus listrik. Akan tetapi pada saat permukaan Katoda (A) dijatuhkan sinar amperemeter menunjukkan adanya arus listrik. Hal ini menunjukkan adanya aliran arus listrik. Aliran arus ini terjadi karena adanya elektron yang terlepas dari permukaan (yang selanjutnya disebut elektron foto) A bergerak menuju B. Apabila tegangan baterai diperkecil sedikit demi sedikit, ternyata arus listrik juga semakin mengecil dan jika tegangan terus diperkecil sampai nilainya negatif, ternyata pada saat tegangan mencapai nilai tertentu (-Vo), amperemeter menunjuk angka nol yang berarti tidak ada arus listrik yang mengalir atau tidak ada elektron yang keluar dari keping A. Potensial Vo ini disebut potensial henti, yang nilainya tidak tergantung pada intensitas cahaya yang dijatuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa energi kinetik maksimum elektron yang keluar dari permukaan adalah sebesar :
Grafik hubungan antara intensitas dengan potensial hentiGrafik hubungan antara intensitas dengan potensial henti
Ek=\frac{1}{2}mv^{2}=eV_{0}
dengan :
Ek = energi kinetik elektron foto (J atau eV)
m = massa elektron (kg)
v = kecepatan elektron (m/s)
e = muatan elektron (C)
Vo = potensial henti (volt)
Berdasarkan hasil percobaan ini ternyata tidak semua cahaya (foton) yang dijatuhkan pada keping akan menimbulkan efek fotolistrik. Efek fotolistrik akan timbul jika frekuensinya lebih besar dari frekuensi tertentu. Demikian juga frekuensi minimal yang mampu menimbulkan efek fotolistrik tergantung pada jenis logam yang dipakai.

Teori Gelombang Tentang Efek Fotolistrik

Selanjutnya, marilah kita pelajari bagaimana pandangan teori gelombang dan teori kuantum (foton) untuk menjelaskan peristiwa efek fotolistrik ini. Dalam teori gelombang ada dua besaran yang sangat penting, yaitu frekuensi (panjang gelombang) dan intensitas.
Ternyata teori gelombang gagal menjelaskan tentang sifat-sifat penting yang terjadi pada efek fotolistrik, antara lain :
  1. Menurut teori gelombang, energi kinetik elektron foto harus bertambah besar jika intensitas foton diperbesar. Akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa energi kinetik elektron foto tidak tergantung pada intensitas foton yang dijatuhkan.
  2. Menurut teori gelombang, efek fotolistrik dapat terjadi pada sembarang frekuensi, asal intensitasnya memenuhi. Akan tetapi kenyataannya efek fotolistrik baru akan terjadi jika frekuensi melebihi harga tertentu dan untuk logam tertentu dibutuhkan frekuensi minimal yang tertentu agar dapat timbul elektron foto.
  3. Menurut teori gelombang diperlukan waktu yang cukup untuk melepaskan elektron dari permukaan logam. Akan tetapi kenyataannya elektron terlepas dari permukaan logam dalam waktu singkat (spontan) dalam waktu kurang 10-9 sekon setelah waktu penyinaran.
  4. Teori gelombang tidak dapat menjelaskan mengapa energi kinetik maksimum elektron foto bertambah jika frekuensi foton yang dijatuhkan diperbesar.

Teori Kuantum Tentang Efek Fotolistrik

Teori kuantum mampu menjelaskan peristiwa ini karena menurut teori kuantum bahwa foton memiliki energi yang sama, yaitu sebesar hf, sehingga menaikkan intensitas foton berarti hanya menambah banyaknya foton, tidak menambah energi foton selama frekuensi foton tetap.
Menurut Einstein energi yang dibawa foton adalah dalam bentuk paket, sehingga energi ini jika diberikan pada elektron akan diberikan seluruhnya, sehingga foton tersebut lenyap. Oleh karena elektron terikat pada energi ikat tertentu, maka diperlukan energi minimal sebesar energi ikat elektron tersebut. Besarnya energi minimal yang diperlukan untuk melepaskan elektron dari energi ikatnya disebut fungsi kerja (Wo) atau energi ambang. Besarnya Wo tergantung pada jenis logam yang digunakan. Apabila energi foton yang diberikan pada elektron lebih besar dari fungsi kerjanya, maka kelebihan energi tersebut akan berubah menjadi energi kinetik elektron. Akan tetapi jika energi foton lebih kecil dari energi ambangnya (hf < Wo) tidak akan menyebabkan elektron foto. Frekuensi foton terkecil yang mampu menimbulkan elektron foto disebut frekuensi ambang. Sebaliknya panjang gelombang terbesar yang mampu menimbulkan elektron foto disebut panjang gelombang ambang. Sehingga hubungan antara energi foton, fungsi kerja dan energi kinetik elektron foto dapat dinyatakan dalam persamaan :
E = Wo + Ek        atau        Ek = E – Wo
sehingga        Ek = hf – hfo = h (f – fo)
Grafik hubungan antara Ek dengan fGrafik hubungan antara Ek dengan f
dengan :

Ek = energi kinetik maksimum elektron foto
h = konstanta Planck
f = frekuensi foton
fo = frekuensi ambang



Tingkat Energi Elektron

Tingkat energi elektron tergantung oleh posisi orbit elektron tersebut. Elektron hanya dapat berputar mengelilingi inti pada lintasan tertentu dengan tingkat energi yang tertentu pula. Marilah kita mencoba untuk menghitung jari-jari lintasan stasioner dan tingkat energinya.

Tingkat Energi elektron Pada Tiap Orbit Elektron

Gambar dibawah menggambarkan sebuah elektron yang mengorbit di sekitar inti pada jarak r.
Tingkat Energi ElektronOrbit elektron
Berdasarkan hukum Coulomb antara elektron dan inti atom akan terjadi gaya interaksi, yaitu gaya tarik. Gaya tarik coulomb ini sebagai gaya sentripetal elektron mengelilingi inti atom.
Gaya Coulomb F=k\frac{q_{1}q_{2}}{r^{2}}
Gaya Sentripetal F=m\frac{v^{2}}{r}
Gaya Coulomb = Gaya sentripetal
m\frac{v^{2}}{r}=k\frac{e^{2}}{r^{2}}
mv^{2}=k\frac{e^{2}}{r}
Energi kinetik elektron
Ek=\frac{1}{2}mv^{2}=\frac{1}{2}k\frac{e}{r}
Energi potensial elektron
Ep = q V = (-e)k\frac{e}{r}=-k\frac{e^{2}}{r}
Energi total elektron
E = Ek + Ep
E = \frac{1}{2}k\frac{e^{2}}{r}-k\frac{e^{2}}{r}
E = -\frac{1}{2}k\frac{e^{2}}{r}
Tanda negatif menunjukkan bahwa untuk mengeluarkan elektron dari lintasannya memerlukan energi. Elektron menempati lintasan stasioner terdekat dengan inti disebut kulit K, lintasan berikutnya berturut-turut disebut kulit L, M, N, O dan seterusnya.
Lintasan stasioner elektronLintasan stasioner elektron
Kulit K dengan jari-jari r1 energinya E1 dan kulit L yang jari-jarinya r2 energinya E2. Karena r2 > r1 maka nilai E2 > E1. Jadi makin jauh dari inti atom, energi elektron semakin besar, yang berarti elektron pada kulit N memiliki energi yang lebih besar dari elektron pada kulit M.
Untuk menjelaskan spektrum garis atom hidrogen Bohr menggunakan postulat yang kedua.
Elektron berpindah dari lintasan B ke lintasan AElektron berpindah dari lintasan B ke lintasan A (rB > rA)
Misalkan elektron berpindah dari lintasan B dengan jari-jari orbit rB ke lintasan A dengan jari-jari rA (rB > rA) maka elektron akan melepaskan energi sebesar EB – EA yang sama dengan hf. Dengan persamaan :
E = hf = EB – EA
h\frac{c}{\lambda }-\frac{1}{2}k\frac{e^{2}}{r_{B}}-\left ( -\frac{1}{2}k\frac{e^{2}}{r_{A}} \right )
h\frac{c}{\lambda }-\frac{1}{2}k\frac{e^{2}}{r_{B}}+-\frac{1}{2}k\frac{e^{2}}{r_{A}}
h\frac{c}{\lambda }\frac{ke^{2}}{2}\left ( \frac{1}{r_{A}}-\frac{1}{r_{B}} \right )
\frac{1}{\lambda }=\frac{ke^{2}}{2hc}\left ( \frac{1}{r_{A}}-\frac{1}{r_{B}} \right )
Jari- jari orbit elektron didapat dari postulat Bohr ketiga yaitu :
L =mvr=\frac{nh}{2\pi}
v=\frac{nh}{2\pi mr}\text{ atau }v^{2}=\frac{n^{2}h^{2}}{4\pi^{2}m^{2}r^{2}}
Dari persamaan energi kinetik
Ek=\frac{1}{2}mv^{2}=\frac{1}{2}k\frac{e^{2}}{r}
\frac{1}{2}m\left ( \frac{n^{2}h^{2}}{4\pi^{2}m^{2}r^{2}} \right )=\frac{1}{2}k\frac{e^{2}}{r}
\frac{n^{2}h^{2}}{4\pi^{2}mr}=ke^{2}
r=\frac{n^{2}h^{2}}{4mk\pi^{2}e^{2}}
r=\frac{h^{2}}{4mk\pi^{2}e^{2}}n^{2}
Dengan memasukkan nilai h (konstanta Planck), m (massa elektron), k (konstanta Coulomb) dan e (muatan elektron) diperoleh jari-jari lintasan elektron pada lintasan n adalah:
r_{n}=\frac{(6,625\text{x}10^{-34})^{2}}{4(9,1\text{x}10^{-31})(9\text{x}10^{9})(3,14)^{2}(1,66\text{x}10^{-19})^{2}}n^{2}
r_{n}=0,53\text{x}10^{-11}n^{2}m
Jika \frac{2\pi^{2}k^{2}me^{2}}{h^{3}c} = R maka kita dapatkan
\frac{1}{\lambda }=R\left ( \frac{1}{n^{2}_{A}}-\frac{1}{n^{2}_{B}} \right )
Maka besarnya energi elektron pada lintasan ke n adalah:
E_{n}=-\left ( \frac{4\pi^{2}kme^{2}}{2n^{2}h^{2}} \right )
Jika nilai π = 3,14 , k = 9 × 109 Nm2/C2 , m = 9,1 × 10-31 kg, e = 1,6 × 10-19 C, h = 6,62 × 10-34 Js, dan 1 eV = 1,6 × 10-19 J kita dimasukkan dalam persamaan, maka didapatkan energi elektron pada suatu lintasan tertentu adalah :
E_{n}=-\frac{13,6}{n^{2}}eV

Tingkat Energi Elektron Untuk Melepaskan Ikatan

Persamaan diatas menunjukkan bahwa energi total elektron terkuantisasi. Dengan energi terendah E1 (n = 1) disebut tingkat energi dasar (keadaan dasar) dan tingkat energi berikutnya E2, E3, E4 ……. (n = 2, 3, …) yang tingkat energinya lebih tinggi disebut tingkat eksitasi (keadaan eksitasi). Apabila keadaan nilai n semakin besar, maka tingkat energinya pun semakin besar, sehingga untuk nilai n = ∞, nilai En = 0 yang berarti elektron tersebut tidak terikat oleh inti menjadi elektron bebas. Energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron dari ikatan intinya (dari orbitnya) disebut energi ionisasi, untuk melepaskan elektron pada atom hidrogen dari keadaan dasar diperlukan energi sebesar +13,6 eV karena energi tingkat dasar pada atom hidrogen adalah –13,6 eV.
Kelemahan model atom Bohr yaitu :
  1. Lintasan orbit elektron sebenarnya sangat rumit, tidak hanya berbentuk lingkaran atau elips saja.
  2. Model atom Bohr hanya dapat menjelaskan dengan baik untuk atom hidrogen, akan tetapi tidak dapat menjelaskan dengan baik untuk atom-atom berelektron banyak (atom kompleks).
  3. Model atom Bohr tidak dapat menjelaskan tentang terjadinya efek Zeeman, yaitu terpecahnya spektrum cahaya jika dilewatkan pada medan magnet yang kuat.
  4. Model atom Bohr tidak dapat menjelaskan terjadinya ikatan kimia dengan baik.
Teori atom Bohr juga tidak bisa menjelaskan masalah atom berelektron banyak yang memiliki spektrum yang lebih kompleks. Dengan demikian teori model atom Bohr masih memerlukan perbaikan dan pengembangan. Maka pada tahun 1920 Schrodinger, Heisenberg dan beberapa peneliti yang lain mencoba menjelaskan masalah ini dengan menggunakan teori kuantum atom.