Teori relativitas Newton menjelaskan gerak-gerak benda jauh di bawah kecepatan cahaya. Teori relativitas mempelajari bagaimana pengukuran besaran fisika yang bergantung pada pengamat seperti halnya dengan peristiwa yang diamati. Relativitas merupakan salah satu dari beberapa teori mengenai gerak, yang dirancang untuk menjelaskan penyimpangan dari mekanika Newton yang timbul akibat gerak relatif yang sangat cepat. Teori ini telah mengubah pandangan kita mengenai ruang, waktu, massa, energi, gerak, dan gravitasi. Teori relativitas Newton terdiri atas teori khusus dan teori umum, yang keduanya bertumpu pada dasar matematika yang kuat dan keduanya telah diuji dengan percobaan-percobaan dan pengamatan.
Teori Relativitas Newton
Teori relativitas muncul dari kebutuhan terhadap kerangka acuan, yaitu suatu patokan yang dapat digunakan ilmuwan untuk menganalisis hukum gerak. Pada waktu kelas X, kita telah mempelajari Hukum Newton tentang gerak, di mana Hukum I Newton tidak membedakan antara partikel yang diam dan partikel yang bergerak dengan kecepatan konstan. Jika tidak ada gaya luar yang bekerja, partikel tersebut akan tetap berada dalam keadaan awalnya, diam atau bergerak dengan kecepatan awalnya.
Benda akan dikatakan bergerak apabila kedudukan benda tersebut berubah terhadap kerangka acuannya. Kerangka acuan di mana Hukum Newton berlaku disebut kerangka acuan inersia. Jika kita memiliki dua kerangka acuan inersia yang bergerak dengan kecepatan konstan relatif terhadap yang lainnya, maka tidak dapat ditentukan bagian mana yang diam dan bagian mana yang bergerak atau keduanya bergerak. Hal ini merupakan konsep Relativitas Newton, yang menyatakan “gerak mutlak tidak dapat dideteksi”.
Konsep ini dikenal oleh para ilmuwan pada abad ke-17. Tetapi, pada akhir abad ke-19 pemikiran ini berubah. Sejak saat itu konsep relativitas Newton tidak berlaku lagi dan gerak mutlak dideteksi dengan prinsip pengukuran kecepatan cahaya. Dengan demikian gerak benda itu tidak mutlak melainkan bersifat relatif.
Transformasi Galileo
Untuk menyatakan kedudukan sebuah titik atau benda kita memerlukan satu sistem koordinat atau kerangka acuan. Misalnya untuk menyatakan sebuah benda bergerak, seorang pengamat memerlukan suatu kerangka acuan dengan sistem koordinat misalnya (x, y, z). Jadi kerangka acuan adalah suatu sistem koordinat (x, y, z) di mana seorang pengamat melakukan pengamatan suatu kejadian. Dalam hal ini kita gunakan kerangka acuan inersial di mana hukum Newton berlaku. Kerangka acuan inersial yaitu suatu kerangka acuan yang berada dalam keadaan diam atau bergerak dengan kecepatan konstan terhadap kerangka acuan lain pada garis lurus. Untuk menyatakan hubungan antara pengamatan suatu kejadian peristiwa yang terjadi dalam suatu kerangka inersial, jika diamati oleh pengamat yang berada dalam kerangka acuan lain yang bergerak dengan kecepatan relatif konstan, digunakan transformasi Galileo.
Gambar diatas menggambarkan kerangka acuan S dengan sistem koordinat (x , y, z) dan S’ dengan sistem koordinat (x’, y’, z’), di mana kerangka acuan S’ bergerak di dalam kerangka acuan S ke arah sumbu x positif dengan kecepatan relatif konstan sebesar v terhadap kerangka acuan S.
Mula-mula kedua kerangka acuan berimpit (t = 0), setelah bergerak selama t sekon maka kerangka acuan S’ telah menempuh jarak d = v t. Sebagai ilustrasi seorang anak pergi naik kereta. Apabila bersamaan kereta itu bergerak anak tersebut juga berjalan di dalam gerbong kereta api, searah dengan gerak kereta dengan kecepatan vx’ relatif terhadap kereta api, maka kedudukan anak tersebut dapat dinyatakan dalam koordinat (x, y, z) terhadap kerangka S dan (x’, y, z’) terhadap kerangka S’. Sehingga kedudukan benda antara kerangka acuan S’ terhadap S dapat dinyatakan :
x’ = x – v.t, y’= y, z’= z, t’= t
Persamaan ini dikenal dengan transformasi Gallileo.
Kebalikan tranformasi Galileo dinyatakan :
x = x’ + v.t’, y = y’, z = z’, t = t’
Kecepatan anak dalam kereta tersebut berjalan menurut pengamat yang berada di S dan S’ dapat ditentukan menurut transformasi Gallileo sebagai berikut :
Pengamat di S’ anak dalam kereta tersebut berjalan dengan kecepatan v’x sebesar :
Pengamat di S anak dalam kereta tersebut berjalan dengan kecepatan vx sebesar :
Kedua persamaan diatas merupakan penjumlahan kecepatan transformasi Galileo yang kemudian dikenal dengan penjumlahan kecepatan menurut teori Relativitas Newton, di mana relativitas Newton menyatakan bahwa semua hukum Fisika Mekanika Newton berlaku untuk semua kerangka acuan inersial, sedangkan kecepatan benda tergantung pada kerangka acuan (bersifat relatif).
Percobaan Michelson dan Morley
Pada mulanya sesuai dengan teori gelombang dari Huygens bahwa gelombang memerlukan medium rambatannya untuk mencapai suatu tempat dan setelah Maxwell menyatakan bahwa cahaya tidak lain adalah gelombang elektromagnetik, maka para pakar fisika abad ke-19 segera melakukan berbagai usaha untuk mempelajari sifat zat perantara sebagai rambatan gelombang elektromagnetik. Para pakar mengajukan hipotesis medium yang dinamakan eter yang terdapat meskipun di ruang hampa .
Pada tahun 1887, Michelsone dan Morley dua orang ilmuwan Fisika berkebangsaan Amerika mengukur kelajuan eter dengan menggunakan interferometer. Hakekat percobaan ini membandingkan kelajuan cahaya sejajar dan tegak lurus pada gerak bumi mengelilingi matahari. Kitaikan eter itu diam di alam semesta ini diharapkan ada kelajuan relatif eter terhadap bumi yang bergerak mengelilingi matahari. Percobaan ini berdasarkan prinsip penjumlah vektor, dengan menggunakan penalaran gerak perahu yang menyeberangi sungai sebagai berikut.
Gerak perahu menyeberangi sungai, perahu A bergerak tegak lurus arus sungai dan perahu B sejajar dengan arus sungai
Perahu A bergerak menyeberangi sungai dalam lintasan tegak lurus sungai dan perahu B bergerak dengan lintasan sejajar arus sungai. Dengan membandingkan waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak pulang pergi dalam lintasan tegak lurus arus sungai dan waktu yang diperlukan untuk menempuh lintasan yang sejajar arus sungai dalam jarak yang sama yaitu d seperti pada gambar diatas. Jika kecepatan perahu itu c, dan kecepatan aliran sungai adalah v.
Kecepatan sesungguhnya perahu A menempuh lintasan adalah , sehingga waktu yang diperlukan untuk menempuh lintasan A adalah :
Untuk perahu B, kecepatan perahu sesungguhnya saat mengikuti arus adalah c + v dan saat menentang arus adalah c – v, sehingga waktu yang diperlukan untuk menempuh lintasan adalah :
Sehingga diperoleh perbandingan :
Apabila kecepatan perahu c diketahui dan dapat diukur, maka v dapat dihitung.
Michelson dan Morley adalah perintis yang menggunakan contoh sederhana tersebut di atas untuk mencoba mengukur kecepatan aliran eter, bila memang eter itu ada. Perahu A dan perahu B diganti dengan pasangan berkas cahaya yang berasal dari satu sumber, yang satu dipantulkan dan yang lain diteruskan oleh gelas setengah cermin seperti tampak pada gambar dibawah.
Percobaan interferometer Michelson – Merley
Masing-masing berkas cahaya itu dipantulkan oleh cermin C1 dan C2 yang letaknya terhadap gelas setengah cermin. Berkas-berkas cahaya ini menggantikan peran perahu A dan B. Apabila kecepatan cahaya itu sebesar 3 × 108 m/s dan kecepatan eter relatif terhadap bumi sama dengan kecepatan tangensial bumi mengelilingi matahari yaitu sebesar 3 × 104 m/s sehingga diharapkan ada selisih waktu antara tA dan tB. Adanya selisih waktu itu diharapkan antara gelombang cahaya yang berasal dari pantulan cermin C1 dan C2 akan timbul perubahan pola-pola hasil interferensi yang terjadi pada layar pengamatan. Akan tetapi selama percobaan tidak pernah teramati adanya perubahan pola-pola interferensi yang terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan waktu antara tA dan tB. Berdasarkan percobaan ini Michelson dan Morley menyimpulkan bahwa :
- Hipotesa tentang eter itu tidak benar, eter itu tidak ada.
- Kecepatan cahaya adalah sama untuk ke segala arah, tidak tergantung pada kerangka acuan inersial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar